Baru Disahkan, UU Pengampunan Pajak Digugat ke MK
Jakarta - Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) berencana menggugat Undang Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. YSK akan mengajukan judicial riview atau uji materi undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi. ”Permohonan judicial review didaftarkan pada 11 Juli 2016,” ujar Ketua YSK, Sugeng Teguh Santoso, Selasa, 5 Juli 2016.
Sugeng menilai, landasan hukum undang-undang yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 28 Juni lalu itu dilandaskan pada dasar hukum yang tidak adil. Soalnya, para wajib pajak yang belum melaporkan pajaknya diberikan pengampunan, tidak dipidana, dan tidak dikenai denda melalui beleid tersebut. ”Bahkan, mereka diberi keringanan menebus kesalahan dengan tarif rendah,” ujar dia.
Setelah disahkan DPR, Presiden Joko Widodo langsung meneken UU Pengampunan Pajak pada Jumat, 1 Juli 2016. Menurut Presiden, hal terpenting setelah pengesahan undang-undang itu adalah kesiapan instrumen untuk menampung uang yang masuk. ”Semua harus siap,” ujar Presiden Joko Widodo saat blusukan ke Pandeglang, Banten. Presiden mengklaim, instrumen investasi untuk mereka yang mengikuti program pengampunan pajak sudah siap, di antaranya reksadana, infrastructure bond, surat berharga negara, dan obligasi BUMN.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memaparkan beberapa keuntungan bagi wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Keuntungan utama yang diperoleh wajib pajak peserta tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang.
Menteri Bambang menjelaskan, pajak terutang akan dihapuskan bilamana wajib pajak mengakui harta yang selama ini belum dilaporkan dan membayar uang tebus. Wajib pajak juga tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan. ”Namun, undang-undang ini sama sekali tidak mengampuni pidana lainnya,” kata Bambang dalam keterangan persnya, Sabtu, 2 Juli 2016.
Sugeng mengatakan, pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak bertentangan dengan UUD 1945. “Setidaknya, ada empat hal yang dikangkangi dari undang-undang tersebut,” ucap dia. Keempat hal itu antara lain Pasal 1 angka (1) dan pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak. Kedua pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 23 huruf (A) konstitusi. Dia menilai, aturan itu bertentangan sepanjang dimaknai penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi dan pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan.
Selain itu, frase uang tebusan dalam Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ia menilai pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Menurut Sugeng, Undang-Undang Pengampunan Pajak akan menjadi preseden buruk bagi wajib pajak yang patuh membayar pajak untuk mengemplang pajak. ”Asumsi mereka, toh, akhirnya akan ada UU Tax Amnesty,” kata Sugeng.
Sumber : nasional.tempo.co | 5 Juli 2016
Source link : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/07/05/078785705/baru-disahkan-uu-pengampunan-pajak-digugat-ke-mk
Sugeng menilai, landasan hukum undang-undang yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 28 Juni lalu itu dilandaskan pada dasar hukum yang tidak adil. Soalnya, para wajib pajak yang belum melaporkan pajaknya diberikan pengampunan, tidak dipidana, dan tidak dikenai denda melalui beleid tersebut. ”Bahkan, mereka diberi keringanan menebus kesalahan dengan tarif rendah,” ujar dia.
Setelah disahkan DPR, Presiden Joko Widodo langsung meneken UU Pengampunan Pajak pada Jumat, 1 Juli 2016. Menurut Presiden, hal terpenting setelah pengesahan undang-undang itu adalah kesiapan instrumen untuk menampung uang yang masuk. ”Semua harus siap,” ujar Presiden Joko Widodo saat blusukan ke Pandeglang, Banten. Presiden mengklaim, instrumen investasi untuk mereka yang mengikuti program pengampunan pajak sudah siap, di antaranya reksadana, infrastructure bond, surat berharga negara, dan obligasi BUMN.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memaparkan beberapa keuntungan bagi wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Keuntungan utama yang diperoleh wajib pajak peserta tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang.
Menteri Bambang menjelaskan, pajak terutang akan dihapuskan bilamana wajib pajak mengakui harta yang selama ini belum dilaporkan dan membayar uang tebus. Wajib pajak juga tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan. ”Namun, undang-undang ini sama sekali tidak mengampuni pidana lainnya,” kata Bambang dalam keterangan persnya, Sabtu, 2 Juli 2016.
Sugeng mengatakan, pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak bertentangan dengan UUD 1945. “Setidaknya, ada empat hal yang dikangkangi dari undang-undang tersebut,” ucap dia. Keempat hal itu antara lain Pasal 1 angka (1) dan pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak. Kedua pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 23 huruf (A) konstitusi. Dia menilai, aturan itu bertentangan sepanjang dimaknai penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi dan pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan.
Selain itu, frase uang tebusan dalam Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ia menilai pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Menurut Sugeng, Undang-Undang Pengampunan Pajak akan menjadi preseden buruk bagi wajib pajak yang patuh membayar pajak untuk mengemplang pajak. ”Asumsi mereka, toh, akhirnya akan ada UU Tax Amnesty,” kata Sugeng.
Sumber : nasional.tempo.co | 5 Juli 2016
Source link : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/07/05/078785705/baru-disahkan-uu-pengampunan-pajak-digugat-ke-mk
Baca Juga Artikel Terkait :
Advertisement
0 Response to "Baru Disahkan, UU Pengampunan Pajak Digugat ke MK"
Komentar Anda
Silakan tuliskan komentar anda di sini. Mohon untuk mencantumkan identitas minimal nama Anda