Ketentuan Baru Faktur Pajak Tahun 2013
Direktorat Jenderal Pajak kembali mengeluarkan ketentuan baru mengenai faktur pajak, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012. Peraturan Dirjen Pajak ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012. Sebagaimana diketahui pula bahwa Peraturan Dirjen Pajak ini menggantikan peraturan yang lama yaitu PER-13/PJ/2010 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Dirjen Pajak ini akan efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2013, sehingga sejak awal April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan terkait ketentuan baru mengenai faktur pajak akan coba saya uraikan.
Kapan Faktur Pajak Harus Dibuat
Salah satu hal yang diatur dalam peraturan baru ini adalah tentang kapan faktur pajak harus dibuat. Di dalam peraturan lama (PER-13/PJ/2010) diatur bahwa faktur pajak harus dibuat pada:
- saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
- saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Di dalam PER-24/PJ/2012, ada penambahan satu kondisi baru yang ditentukan sebagai saat faktur pajak harus dibuat berupa penambahan butir e yaitu; saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila pengusaha kena pajak menerbitkan faktur pajak melewati batas waktu sebagaimana disebutkan diatas, akan dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 14 ayat (4) Undang-undang KUP.
Dan apabila penerbitan faktur pajak tersebut diterbitkan melewati jangka waktu tiga bulan sejak faktur pajak seharusnya dibuat, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) dianggap tidak menerbitkan faktur pajak. Konsekuensinya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang menerima faktur pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum didalamnya sebagai Pajak Masukan.
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Sebagaimana kita ketahui, jumlah digit untuk kode dan nomor seri faktur pajak menurut ketentuan sebelumnya berjumlah 16 digit. Tidak ada perubahan dari sisi jumlah digit kode dan nomor seri faktur pajak pada ketentuan yang baru, tetapi ada sedikit perubahan pengaturan format nomornya. Enam belas digit tersebut terdiri atas; 2 digit Kode Transaksi, 1 digit Kode Status dan 13 digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Nomor Seri Faktur Pajak (13 digit) akan diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai permintaan PKP. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 dan seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 010.900-13.00000001
Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
Untuk dapat menggunakan nomor seri faktur pajak, PKP harus mengajukan permintaan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan (terdaftar), dengan cara menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dengan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP yang telah memiliki Kode Aktivasi dan Password. Persyaratan lainnya, PKP harus telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir.
Kode Aktivasi dan Password
Untuk mendapatkan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat (di mana PKP dikukuhkan/terdaftar) dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Kode Aktivasi dan Password dalam hal PKP telah memenuhi syarat sebagai berikut :
- PKP telah dilakukan Registrasi Ulang oleh Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan/terdaftar berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-05/PJ/2012, atau
- PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi akan dikirimkan ke alamat PKP melalui pos, sedangkan Password akan dikirimkan melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
Faktur Pajak Tidak Lengkap
Di dalam ketentuan yang baru ini (PER-24/PJ/2012) tidak mengenal lagi istilah faktur pajak cacat. Faktur Pajak Cacat diganti dengan istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya, dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012.
- Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar
- Faktur Pajak tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani faktur pajak
- Faktur Pajak menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda dalam tahun pajak yang sama
- Faktur Pajak yang diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
- Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana PKP dikukuhkan/terdaftar perihal nama pejabat/pegawai yang berhak menandatangani faktur pajak.
Dan perlu menjadi catatan, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Semoga bermanfaat.
Baca Juga Artikel Terkait :
Advertisement
Akhir-akhir ini di perusahaan kami, banyak pembeli yang melayangkan surat melalui Fax atau email yang intinya meminta bukti surat dari KPP yang bersifat rahasia tsb...tujuannya adalah meminta info nomor seri faktur pajak yang di terbitkan perusahaan kami.
Pertanyaan kami adalah :
- Apakah Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP boleh diberitahu ke pembeli ?
- Kendala kami adalah, kalau kami tidak berikan sesuai permintaan pembeli, kami di ancam tidak dibayar.
- Apa yang bisa kami perbuat ? Apakah Kantor Pajak bisa membantu ?
Terima kasih,
Hendra
Menerima barang (membeli) tetapi mengancam tidak mau membayar, menurut saya termasuk perbuatan yang melanggar hukum, walaupun dengan dalih karena perusahaan Anda tidak mau memberikan surat dari KPP.
Menurut saya, jika hal ini dikomunikasikan dengan baik, Pembeli mudah-mudahan akan mengerti. Kekhawatiran Pembeli saya kira bisa dimaklumi, karena implementasi ketentuan baru mengenai faktur pajak juga baru dimulai. Yang penting bagaimana perusahaan anda sebagai PKP Penjual dapat meyakinkan pihak Pembeli.
Demikian mudah-mudahan membantu.
Salam,
Widya
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/ PJ/2012. Jadi saya sarankan, segera beritahukan ke KPP jika anda tetap belum menerima surat pemberitahuan nomor seri faktur pajak.
Semoga membantu
Tetapi prinsipnya begini,
faktur pajak itu adalah bukti pemungutan pajak (PPN), sehingga faktur pajak akan ada atau diterbitkan kalau ada PPN yg dipungut. Siapa yg menerbitkan? Yg menerbitkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yg menyerahkan BKP/JKP. Kapan diterbitkan? Faktur pajak diterbitkan pada saat penyerahan BKP/JKP, jadi tgl barang di-serah-terima-kan harus sama dengan tgl faktur pajak. Biasanya tgl invoice jg sama dgn tgl barang/jasa diserahterima. Nah dgn dmkn tgl invoice sama dgn tgl faktur pajak.
Dalam hal ada pembayaran dimuka (DP), faktur pajak harus diterbitkan pada saat pembayaran DP tsb, dan PPN-nya 10% dari jumlah DP. Jika nanti terjadi realisasi penjualan, barang/jasa diserahkan, maka dibuat faktur pajak lagi dengan memperhitungkan jumlah pembayaran DP.
Jadi begitu kira-kira.
1. apakah bisa faktur pajak di keluarkan untuk kasus tersebut?
2. apakah saya harus bayar ppn 10% dari DP tersebut, meskipun DP belum masuk?
3. bagaimana menurut pak ahmadi tentang kasus saya ini?
1. Tanggal 20 April 2015 anda menandatangani kontrak pekerjaan dengan nilai Rp110.000.000 (sudah termasuk PPN). Jadi nilai pekerjaan Rp100.000.000 ditambah PPN (10%) Rp10.000.000.
2. Tanggal 11 Mei 2015 anda menagih DP sebesar 20% dari nilai kontrak, maka anda membuat invoice DP dengan nilai Rp22.000.000 (termasuk PPN), yaitu nilai pekerjaan Rp20.000.000 dan PPN (10%) Rp2.000.000. Seharusnya FP dibuat jika pembayaran DP sebesar Rp22.000.000 direalisasi, karena faktur pajak fungsinya adalah sebagai bukti pemungutan PPN, yaitu PPN yang anda pungut dari perusahaan rekanan anda. Jika Perusahaan rekanan anda telah membayar DP sebesar Rp22.000.000 berarti mereka telah dipungut PPN sebesar Rp2.000.000. Mereka berhak mendapatkan faktur pajak dengan nilai PPN Rp2.000.000 dan dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai Pajak Masukan di SPT PPN mereka. Sedangkan anda melaporkan faktur pajak tersebut sebagai Pajak Keluaran di SPT PPN anda. Jadi bukan anda yang harus membayar PPN. Anda justru memungut PPN dari pembeli atau pengguna jasa/pekerjaan.
3. Tanggal 8 Juni pekerjaaan selesai. Anda membuat invoice untuk sisa nilai kontrak sebesar Rp88.000.000 yaitu nilai pekerjaan Rp80.000.000 dan PPN sebesar Rp8.000.000.
Penuangan di faktur pajak :
Nilai pekerjaan = Rp100.000.000
Dikurangi uang muka = Rp 20.000.000
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 80.000.000
PPN (10%) = Rp 8.000.000
Begitu menurut saya.
Jasa pengiriman surat dengan perangko (seperti oleh PT. POS) tidak dikenakan PPN (PMK-93/PMK.03/2012).
Tetapi jasa pengiriman surat selain dengan perangko termasuk dalam kategori jasa pengiriman paket. Tarif PPN yang dikenakan sebenarnya tetap 10% dari Dasar Pengenaan Pajak. Tetapi Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain (bukan nilai jual atau nilai transaksi), dan ditentukan sebesar 10% dari nilai transaksi/tagihan. (PMK-75/PMK.03/2010).
PPN (Jasa Pengiriman Paket) = 10% x (10% x Jumlah Tagihan)
Jadi benar secara net PPN yang harus dipungut atas jasa pengiriman surat seperti kegiatan usaha yang anda lakukan adalah sebesar 1% dari Jumlah Tagihan.