Pengenaan PPN Pasal 16D Atas Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan (Bagian-I)
Tulisan ini terdiri atas dua bagian, bagian pertama akan mengulas tentang aspek Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dengan pendekatan historis tentang perubahan-perubahan ketentuan terkait pengenaan PPN dan cara mempertanggungjawabkan pajak terutangnya, sejak tahun 1984 hingga sekarang. Sedang pada bagian kedua akan disajikan ilustrasi kasus untuk memperjelas implementasi dari ketentuan-ketentuan yang relevan.
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sebelum 1 Januari 1995
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, (selanjutnya akan disebut UU. PPN 1984) atau sebelum tanggal 1 Januari 1995, penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 huruf d sub 2) sub c) Undang-undang PPN 1984, beserta memori penjelasannya.
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sejak 1 Januari 1995
Perubahan mendasar terjadi melalui Pasal 16D Undang-undang PPN 1984. Pasal ini mengatur bahwa penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dikenakan pajak, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada waktu perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan.
Di dalam memori penjelasan Pasal 16D UU PPN 1984, dikatakan bahwa penyerahan mesin , peralatan, perabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya, sesuai ketentuan UU PPN 1984, dapat dikreditkan. Sebaliknya apabila Pajak Pertambahan Nilai dimaksud tidak dapat dikreditkan menurut ketentuan undang-undang , maka atas penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan PPN, kecuali jika tidak dapat dikreditkannya PPN ini karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif misalnya faktur pajaknya cacat karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984.
Dengan demikian penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dikenakan PPN jika memenuhi 2 (dua) persyaratan kumulatif sebagai berikut :
Kata “dapat” pada persyaratan yang kedua ini memberikan indikasi bahwa ketentuan tersebut bersifat normatif. Apakah Pajak Pertambahan Nilai tersebut benar-benar sudah dikreditkan atau belum, bukan faktor yang relevan. (Untung Sukardji, 2005).
Menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, Dasar Pengenaan Pajak-nya adalah Harga Jual.
Cara Mempertanggungjawabkan PPN yang Terutang atas Pengalihan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (Periode 1/1/1995 s.d. 31/12/2006)
Cara mempertanggungjawabkan PPN terutang atas pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, adalah sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-18/PJ.52/1996 tanggal 4 Juni 1996 sebagai berikut:
Ketentuan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2006.
Cara Mempertanggungjawabkan PPN yang Terutang atas Pengalihan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (sejak 1/1/2007 s.d. 31/3/2007)
Sejak diberlakukannya PER-146/PJ./2006 tentang Bentuk Isi dan Cara Penyampaian SPT Masa PPN, yaitu mulai masa pajak Januari 2007, PPN yang terutang tidak disetorkan dengan SSP tersendiri tetapi dengan cara menerbitkan faktur pajak dan melaporkannya pada SPT Masa PPN Lampiran 1 Romawi II Formulir 1107A sebagai Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak.
Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-11/PJ.52/2006, apabila PKP terlanjur menyetor PPN atas Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16D UU PPN) dengan SSP tersendiri (Kode Jenis Setoran 104), maka setoran tersebut dimasukkan ke butir II huruf b Formulir 1107 (Induk SPT) yaitu PPN Disetor Di Muka Dalam Masa Pajak Yang Sama.
Secara umum tidak ada perbedaan antara faktur pajak yang diterbitkan atas pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16D UU PPN) dengan faktur pajak yang diterbitkan atas penyerahan BKP/JKP lainnya. Yang membedakan hanyalah kode transaksi yang harus dicantumkan pada faktur pajak, yaitu kode “09” untuk Pengalihan Aktiva (eks Pasal 16D).
Cara Mempertanggungjawabkan PPN yang Terutang atas Pengalihan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (sejak 1/1/2008)
Masa pajak Januari 2008 adalah masa pajak dimana wajib pajak sudah harus menggunakan formulir 1108, hal diatur oleh Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-180/PJ./2007 tanggal 28 Desember 2007. Sebagaimana pada formulir 1107, PPN yang terutang tidak disetorkan dengan SSP tersendiri , tetapi dengan cara menerbitkan faktur pajak atas pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan (eks. Pasal 16D UU PPN), dilaporkan pada Lampiran 1 Romawi II Formulir 1108A. Kode transaksi pada faktur pajak adalah “09” (dalam hal pengalihannya bukan kepada Pemungut PPN).
Ketentuan ini masih berlaku paling tidak sampai dengan saat diberlakukannya UU. Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, terhitung mulai tanggal 1 April 2010.
Saya ada kasus dimana Perolehan Aktiva (Gedung) tujuan awalnya mmg disewakan (tidak diperjualbelikan) sehingga atas PM yg diterima bisa dikreditkan dan dikompensasi dengan PK atas pendapatan sewa Gedung tsb.
Namun karena alasan tertentu sebelum PM habis dikompensasi, Aktiva Gedung direnovasi total (dirobohkan dan dibangun kembali), lalu bangunan yg baru diperjualbelikan dalam bentuk strata.
Pertanyaannya apakah PM atas perolahan awal (Bangunan Lama), masih bisa dikompensasi dengan PK atas penjualan bangunan baru?
Mohon arahan dan petunjuk dari Bpk.
Trims
Contoh :
Perolehan bangunan dilakukan pd bulan Februadi (FP tertanggal 20 Februari 2014). Pajak Masukan pd FP tsb dpt dikredikan dgn melaporkannya pada SPT PPN masa pjk Februari 2014. Jika blm sempat dilaporkan pada SPT PPN masa pajak Feb 2014, PM tsb msh bisa dikreditkan dgn melaporkannya pd SPT PPN masa berikutnya paling lambat pd SPT PPN Mei 2014.
Di dalam Pasal 9 ayat (8) huruf j UU PPN memang ada ketentuan yg mengatur bahwa PM atas pembelian BKP (non- barang modal) utk perusahaan yang belum berproduksi, PM-nya tidak dapat dikreditkan. Dalam kasus ini, BKP yang dibeli atau diperoleh adalah bangunan yang merupakan barang modal. Bangunan tsb baru menjadi persediaan ketika siap untuk dijual dalam bentuk unit bangunan, bukan pada saat BKP itu diperoleh. Sehingga dengan demikian menurut pendapat saya, PM atas bangunan tersebut dapat dikreditkan.
Demikian Pak Syam mudah-mudahan membantu.
Terima Kasih atas sharingnya..
Sehat dan sukses selalu utk Pak Ahmadi....Aamiin